Oke, saya tahu ini agak sedikit aneh. Begitu banyak kamera DSLR kit di harga 5-6 jutaan, misal EOS 600D, Nikon D5100 atau Sony A58 yang sudah bisa dibilang lengkap dan hasil fotonya bagus. Lalu buat apa orang membayar 5-6 juta rupiah untuk kamera compact alias kamera kecil? Jawabannya mungkin bisa bermacam-macam, mulai dari kepraktisan, butuh kamera back-up hingga karena suka sama bentuk kameranya. Tapi yang jelas, selalu ada saja orang yang minat akan kamera di segmen ini. Bila anda penasaran dengan rekomendasi saya, langsung aja lihat dalam dua kategori utama daftar yang saya buat.
Kategori kamera dengan lensa permanen
Di kategori ini tentu diisi dengan kamera yang kelas premium atau prosumer, dengan ciri lensa berkualitas dan sensor agak lebih besar diatas rata-rata kamera saku. Enaknya punya kamera di segmen ini adalah tidak usah pusing memilih lensa lain lagi, tinggal bawa dan potret. Tidak enaknya adalah harga 5-6 jutaan terlampau mahal untuk ukuran kamera yang lensanya permanen, karena bahkan di harga 2 jutaan pun sudah lumayan banyak kamera saku yang agak bagus.
Rekomendasi saya :
Fuji FinePix X20 (5,6 jutaan)
Tampil dengan desain premium dan retro klasik, Fuji X20 adalah kamera kompak dengan lensa zoom yang diputarnya secara manual. Nilai jual kamera ini adalah kecepatan auto fokusnya, serta tentu kemudahan zoom dengan hanya memutar ring lensa. Lensanya sendiri memiliki spek 28-112mm yang bukaannya mengesankan : f/2.0-2.8 alias sangat besar. Sebagai sensor dipilihlah X-Trans CMOS 12 MP yang ukurannya 2/3 inci, lumayan besar bila dibanding kamera saku yang rata-rata ukurannya 1/2.5 hingga 1/1,7 inci. Kemampuan tembak kamera ini sangat cepat yaitu 12 foto per detik. Tersedia jendela bidik optik di Fuji X20 ini, plus ada overlay informasi didalamnya (layaknya jendela bidik di DSLR). Juga ada flash hot shoe untuk memasang aksesori lampu kilat eksternal.
Nilai plus : desain bodi keren, lensa zoom putar, kinerja cepat, bukaan lensa besar, ada jendela bidik, ada dudukan lampu kilat
Sayangnya : sensor kurang besar dibanding pesaing, LCD tidak bisa dilipat
Sony Cybershot RX100 (6 jutaan)
Kamera kecil, agak kotak dan tampak sederhana ini tidak disangka dijual seharga 6 jutaan rupiah. Rupanya jeroannya lah yang membuat kamera ini berani dibandrol tinggi, simak saja seperti sensor 20 MP di keping CMOS besar seukuran 1 inci yang dipadukan dengan lensa Zeiss 28-100mm f/1.8-4.9 dalam dimensi kamera yang mungil ini. Walau begitu, kamera ini bisa jadi cadangan kamera DSLR karena punya fitur manual dan kendali yang lengkap serta bisa memotret hingga 10 foto per detik. Luar biasa.
Nilai plus : sensor besar dalam bodi mungil, ring di lensa yang multifungsi, ada kendali putar di belakang
Sayangnya : karena kecil tidak ada jendela bidik dan flash hot shoe, juga LCD tidak bisa dilipat
Canon PowerShot G1X (5,9 jutaan)
Sensor berukuran 1,5 inci ini jelas jadi nilai jual kamera Canon G1X ini, dimana kepekaan cahayanya 6 kali lebih baik dari Canon G12. Ukuran sensor G1X nyaris sama dengan sensor APS-C di kamera DSLR. Untuk mengimbangi sensor besar dengan resolusi 14 MP ini, Canon mendesain lensa 28-112mm yang bukaannya masih cukup besar f/2.8 di wide-end dan mengecil f/5.8 di tele-end. Fitur kelas atas sudah pasti ditemui disini, seperti 14bit RAW, jendela bidik optik, kendali lengkap bak kamera profesional.
Nilai plus : fitur kelas pro, sensor besar, LCD lipat, jendela bidik optik
Sayangnya : terlalu besar dan berat (untuk ukuran kamera kompak), bukaan lensa biasa saja
Kategori kamera mirrorless, interchangeable lenses (bisa lepas-tukar lensa)
Di kategori kamera mirrorless, harga 5-6 jutaan justru jadi ciri segmen entry level karena kamera di kategori ini punya kisaran harga 5-15 jutaan. Tapi dengan harga 5-6 jutaan, kamera mirrorless jaman sekarang sudah lumayan baik dan fiturnya pun terbilang lengkap. Kita perlu ingat kalau kamera mirrorless bisa dibedakan dari dua desain umum, yaitu versi kompak dan versi mirip DSLR. Nah, yang versi kompak ada untung ruginya. Kalau untungnya kita pasti tahu yaitu ukurannya kecil (kadang malah lensanya terlihat lebih besar), tapi ruginya biasanya jarang punya jendela bidik. Nah, artinya kita bakal sering hidupkan LCD dan yang bakal bekerja keras yaitu baterai 😦
Rekomendasi saya :
Olympus E-PM2 kit 14-42mm (5,6 jutaan)
Ini adalah kamera baru yang jadi penerus E-PM1 di masa lalu, sebagai lini terbawah dari Olympus Pen. Kabar baiknya, E-PM2 sudah mewarisi berbagai hal menarik di kamera seri atasnya seperti sensor 16MP Micro Four Thirds, kecepatan fokus tinggi dan layar sentuh yang responsif. Dengan double axis stabilizer pada sensor, membuat lensa apapun yang dipasang bisa merasakan efeknya. Kecepatan tembaknya mencapai 8 foto per detik.
Sayangnya kamera E-PM2 ini tidak memiliki lampu kilat di kamera. Jadi untuk memakai lampu kilat, kita perlu memasang lampu kilat tambahan (disertakan saat pembelian) di atas kamera.
Dengan harga yang mirip, opsi selain kamera ini adalah kamera agak lawas E-PL3 kit 14-42mm yang harganya 5,7 jutaan. Kelebihan E-PL3 adalah layarnya bisa dilipat, dan ada roda dial untuk mode eksposur. Baik E-PM (mini) maupun E-PL (lite) keduanya perlu memasang lampu kilat mungil seperti gambar di atas ini untuk bisa memakai flash.
Panasonic Lumix GF5 kit 14-42mm (5,5 jutaan)
Dari kubu yang sama (micro Four Thirds) ada juga produk Panasonic Lumix GF5 yang ringkas dan tampak modern. Memakai sensor 12 MP dan auto fokus yang cepat, kamera ini bisa dibilang mirip dalam hal fitur dengan Olympus E-PM2 di atas kecuali Lumix mendesain stabilizer pada lensanya (bukan pada sensor) dan yang perlu diingat adalah tidak semua lensa Lumix punya fitur OIS. Salah satu yang disukai orang dari kamera ini adalah antar muka layar sentuhnya yang mudah dan tidak ribet. Untuk urusan kecepatan tembak kamera ini cukup lambat yaitu hanya 4 foto per detik saja.
Sayangnya Lumix seri GF tidak menyediakan flash hot shoe untuk memasang flash tambahan, bahkan di seri penerusnya yaitu Lumix GF6 (16 MP) yang belum ada di pasaran. Layar di GF-5 ini juga tidak bisa dilipat.
Sony NEX 3N kit 16-50mm (5,6 jutaan)
Bila dua kamera diatas memakai sensor Four Thirds, maka Sony NEX ini memakai sensor APS-C yang sama besarnya dengan kamera DSLR, dalam kemasan bodi yang kecil. Sambutlah Sony NEX termurah dan paling basic, NEX 3N dengan sensor CMOS 16 MP, sudah memakai layar LCD lipat dan fitur lengkap. Sayangnya layar LCD di NEX-3N ini belum berjenis layar sentuh dan juga tidak menyediakan flash hot shoe.
Lainnya
Sebetulnya di seri mirrorless cukup banyak pilihan kamera lain yang tak kalah bagusnya, seperti Nikon 1, Canon EOS M dan Samsung NX. Belum lagi Fuji dan Pentax juga punya produk. Tapi masing-masing belum bisa saya tulis disini karena alasan tertentu seperti harga jualnya atau popularitasnya di pasaran.
Feel free untuk diskusi dan membahas soal kamera mirrorless di kolom komentar di bawah ini..
Saya rasa, Lumix di atas cukup memukau. Mungkin saya terpukau desainnya :).
Mas Gaptek, tolong masukin juga dong reviewnya pentax. Bingung nih mau pilih fuji x20 apa pentax q10/q7 🙂
Fuji x20 salah satu kamera yg saya kagumi desainnya, pernah coba waktu pameran focus y.l. Pentax q adalah contoh miniaturisasi sistem kamera yg paling berhasil bikin kamera dan lensa mungil tapi lalu dikritik karena sensornya kekecilan.
Jadi lebih unggul Fuji X20 ya mas?
Saya juga lebih tertarik sama desain retronya X20 itu..
ok mas gaptek, tanks atas info tentang camera mirorles
mas gaptek saya berencana beli kamera pilih mana antara e-pm2 sama samsung nx1000, terima kasih sebelumnnya
Menarik nih, kalo Samsung menang di ukuran sensor tapi Olympus punya banyak pilihan lensa. Saya baru kemarin bikin artikel tentang kamera mirrorless, coba dibaca juga.
Mas kalo eos m sama eos 60d mendingan mana?
Dari segi apanya? Soal sensor sih sama, tinggal fitur dan ukurannya aja sesuaikan dgn kebutuhan.
hasil jepretan eos M bagus gak mas?
Bagus, setara DSLR APS-C karena sensornya sama, tapi kinerja auto fokusnya kurang handal.
.auto fokusnya lama gitu ta mas??, setara dengan DSLR gak mas auto fokusnya ? ..bingung nih mas ,pngen beli EOS M atau yang lain