Selalu menarik saat mengamati tren perkembangan kamera digital setiap tahunnya, sambil membuat prediksi teknologi apa yang akan terus ditingkatkan dan mengapa. Untuk saat ini, bisa dibilang kamera ponsel mulai menjadi ancaman serius para produsen kamera, walau sisi positifnya tren ini memaksa mereka untuk bangkit dan membuat penyempurnaan. Tren lain yang begitu terlihat adalah banjirnya kamera alternatif untuk pelengkap/pengganti kamera DSLR, dengan aneka pilihan model dan dukungan lensanya. Di jajaran kamera DSLR sendiri mereka tidak berdiam diri, banyak produk baru diluncurkan namun memang terlihat sedikit sekali peningkatan signifikan dari fiturnya. Soal apakah fitur itu berguna atau tidak itu soal lain, mungkin banyak juga orang yang tidak pernah mencoba fitur seperti WiFi di kameranya, tapi kamera tanpa WiFi saat ini jadi terasa ketinggalan jaman kan?
Banyak tren positif yang saya catat, dan saya rangkumkan disini :
Smartphone is the new compact camera
Wow, benarkah? Ya setidaknya beberapa ponsel cerdas terbaru punya fitur kamera yang wow, sensor besar, lensa lebih baik dan bisa mengatur mode manual. Saya catat setidaknya tiga ponsel yang bikin heboh : Nokia Lumia 1020 yang megapikselnya gila-gilaan (sensor BSI CMOS 41MP ukuran 1/1.5 inci dipadukan dengan lensa Zeiss f/2.2 setara 27mm), Samsung Galaxy K Zoom yang lensanya bisa 10x zoom optik (ya benar, sepuluh kali) serta terakhir ada Panasonic Lumix DMC-CM1 yang memasang sensor ukuran 1 inci resolusi 20 MP dengan lensa fix Leica setara 28mm bukaan f/2.8 yang jauh lebih besar dibanding kamera saku pada umumnya.
Kamera saku memang sudah waktunya digantikan oleh ponsel cerdas karena kualitas hasil fotonya sudah nyaris setara. Kamera saku saat ini praktis tidak bisa menawarkan benefit apapun, apa yang bisa kita lakukan dengan kamera saku juga bisa dilakukan (bahkan lebih) di ponsel kita. Ke depannya, ponsel akan terus bertarung di sektor kamera, seperti iPhone 6 dengan stabilizer optik dan deteksi fokus yang canggih, Samsung Galaxy S5, Sony Xperia Z3 dan masih banyak lagi siap membuat kita terpana.
Compact camera is not dead (yet)
Evolusi mengajarkan kita untuk bertahan hidup. Kamera saku sadar bahwa nasibnya hanya tinggal menghitung hari, maka untuk bisa survive hanya ada satu jalan, menjadi niche. Dalam arti umum, niche itu unik, spesifik, hanya untuk dipakai sedikit orang yang benar-benar suka akan kamera itu. Daripada membuat kamera saku yang speknya sama antar merk, lebih baik masing-masing merk mencari spesialisasi yang unik. Maka itu orang lebih suka kamera saku yang berfungsi khusus, misal untuk outdoor (tahan jatuh, tahan air), kamera saku bersensor (agak) besar dan kamera saku yang premium (fiturnya disesuaikan untuk fotografer pro).
Saya suka akan cara Sony merubah paradigma kamera saku saat meluncurkan Sony RX100 dengan sensor 1 inci beberapa tahun lalu, kini akhirnya diikuti dengan Canon G7X (juga pakai sensor 1 inci) dan tadinya sempat diduga kalau Panasonic akan ikut membuat kamera saku bersensor 1 inci juga (anggaplah penerus Lumix LX7). Namun kejutan besar justru datang dari Panasonic saat meluncurkan Lumix LX100, karena sensornya adalah seukuran kamera DSLR Olympus Four Thirds yang menjanjikan kualitas terbaik dalam kamera yang kecil. Di waktu sebelumnya Canon juga membuat G1X mark II yang juga baik (walau bodinya agak besar) dan Fuji cukup aneh saat mempertahankan sensor ‘tanggung’ seukuran 2/3 inci di kamera X30 mereka.
Kamera mirrorless semakin baik
Apa yang anda bayangkan saat mendengar kamera mirrorless? Apakah kamera yang berukuran kecil tapi bisa lepas lensa seperti DSLR? Betul, kira-kira begitulah. Tapi bagaimana dengan kualitas hasil fotonya? Yang pasti soal ini tidak bisa dipukul rata, kita harus lihat merk dan sistemnya dulu. Misal Fuji, Sony dan Canon itu sistem mirrorlessnya memakai sensor APS-C yang artinya hasilnya setara dengan kamera DSLR APS-C juga (misal Nikon D7100 atau Canon 70D). Lalu Samsung punya dua versi, versi NX (sensor APS-C) dan versi NX mini (sensor 1 inci) maka tentu yang versi NX punya hasil foto yang lebih baik, sedangkan NX mini punya keunggulan di dimensi kamera dan lensa yang kecil (seperti sistem Nikon 1). Panasonic dan Olympus mengandalkan standar Micro Four Thirds yang sensornya lebih kecil dari APS-C (hasil fotonya hampir sama baiknya, hanya dalam kondisi ISO tinggi sensor Micro FourThirds akan sedikit kalah dari sensor APS-C).

Lalu kenapa saya bilang semakin baik? Karena teknologinya semakin matang, mereka semakin belajar dari kekurangan di masa lalu dan mendengarkan permintaan dari konsumen. Pilihan lensa pun sedikit demi sedikit mulai bertambah, khususnya di lini Sony, Samsung dan Fuji. Sedangkan Panasonic – Olympus bisa dibilang cukup aman dengan stok pilihan lensa karena mereka bisa berbagi lensa (mount keduanya sama). Satu hal yang masih dianggap titik lemah kamera mirrorless adalah auto fokusnya, dan ini terus dibenahi oleh produsen. Tren saat ini adalah hybrid AF, masa depan sistem auto fokus cepat dan akurat setara kamera DSLR, mulai digagas di kamera Nikon 1, lalu Olympus E-M1, kini sudah mulai banyak ditemui di kamera lain seperti Fuji, Samsung dan Sony.
Prediksi arah tren ke depan
Saya memprediksikan ke depannya tren teknologi yang saat ini sudah dimulai akan terus dimaksimalkan. Diantaranya :
- layar sentuh jadi primadona, karena lebih cepat dalam mengganti setting dan bisa diterapkan untuk memilih titik fokus, untuk memotret dan melihat foto (kamera tertentu yang saat ini mengaku sudah layar sentuh belum tentu bisa mengganti setting kamera dengan menyentuh layar), layar sentuh juga mencegah ada bunyi yang terdengar saat kita mengganti setting kamera (penting saat rekam video)
- prosesor kamera dipaksa lebih kerja keras dan kerja cepat, bukan hanya untuk memproses file dasar JPG tapi juga untuk mengatasi kontras tinggi, menggabung banyak foto, memilih foto terbaik, panorama, mendeteksi wajah dan gerakan, membuat analisa keadaan lingkungan lalu memilihkan setting terbaik dan mengurangi noise dengan tidak merusak detail dan warna foto (maka itu perlu prosesor cepat dan berinti banyak, misal quad core)
- fitur video 4K akan jadi tren, walau belum tentu kita butuh video super detail seperti 4K, namun salah satu keuntungan video 4K adalah bisa memilih frame video untuk dijadikan foto, dengan resolusi 8 MP, wow..
- sistem modular kamera berbasis WiFi akan semakin marak, lama-lama sensor kamera akan jadi modul terpisah dengan bodi kamera, dimana sensor harus satu pasang dengan lensa, dan bodi kamera bisa diwakili oleh ponsel canggih yang terhubung ke sensor via WiFi, seperti modul Sony QX1

Harapan saya ke depan :
Adanya teknologi baru sensor dan filter warna, karena metoda Bayer terbukti sudah tua dan tidak optimal untuk mengimbangi teknologi kamera ke depan. Khususnya adalah sensor dengan dynamic range yang lebih baik, kedua adalah penerapan curved sensor di semua kamera dan ketiga adalah sensor yang punya ISO tinggi yang lebih bersih dari noise. Kemudian tren yang digagas Sony dengan menjual apps terpisah juga ide bagus, kedepannya harapan saya semua kamera punya kemampuan untuk menambah aplikasi seperti ponsel. Jadi saat ada hal-hal baru kita cukup beli programnya saja, tidak perlu ganti kamera (misal apps untuk timelapse, apps untuk multiple exposure dsb).
Mungkin hal-hal baik ini akan berdampak pada harga kamera yang jadi lebih mahal. Cukup wajar karena sekarang dan kedepannya yang beli kamera mungkin tidak lagi sebanyak dulu, dan kamera yang niche hanya diminati oleh lebih sedikit pembeli sehingga harga jadi naik. Semoga kamera yang mahal ini bisa awet karena bayangkan kalau baru dipakai 2-3 tahun lalu rusak kok sepertinya tidak sepadan dengan harganya. Terakhir adalah masalah klasik setiap peranti elektronik adalah baterai, dan semoga ada peningkatan teknologi juga di bidang keawetan baterai, termasuk rapid charging yang pasti berguna.
Ada opini lain dari pembaca?