Kali ini saya akan bahas kamera Fuji, khususnya membuat review singkat dari hasil mencoba Fuji X-T1 dengan beberapa lensanya. Tantangan untuk saya saat mencoba Fuji X-T1 adalah membiasakan mengganti setting eksposur melalui roda fisik seperti kamera lama, dan membuktikan karakter JPG yang terkenal baik (maka itu saya jarang ambil RAW saat review ini saya buat).
Tidak ada mode P/A/S/M di Fuji X-T1, saya anggap kamera ini seperti kamera manual. Saya harus memilih sendiri mau pakai bukaan berapa, shutter speed berapa dan ISO berapa lalu meninjau light meternya (atau histogram). Bisa saja salah satunya dibuat A (Auto) misal ISO diputar ke A, maka kamera ini akan beroperasi seperti mode semi-manual, tinggal mainkan saja kompensasi eksposurnya.
Tidak cuma roda eksposur, ada juga kendali drive dan metering dalam bentuk tuas, juga mode AF (AF-S, AF-C dan MF) dalam bentuk tuas di depan. Tuas ini terasa terlalu kecil dan pernah tanpa sengaja tergeser saat memasukkan kamera ke tas, sehingga tanpa sadar saya sudah pakai mode spot metering selama beberapa saat. Kendali 4 arah di belakang juga tidak diberi nama, kita harus ingat panah bawah adalah untuk mengakses area fokus, tanpa adanya layar sentuh maka tombol 4 arah penting sekali untuk mengganti area fokus yang kita mau.
Fuji X-T1, seperti sebagian besar kamera Fuji mirrorless lain, mengandalkan sensor X-Trans 16 MP APS-C yang banyak disukai orang karena ketajaman dan warnanya, serta rendah noise. Jumlah piksel sebanyak 16 MP ini termasuk cukup dan seimbang untuk mendapat detail tinggi sambil tetap menjaga ketajaman foto. Terdapat piksel pendeteksi fasa di sensor sehingga auto fokusnya bisa lebih cepat karena tidak cuma mengandalkan deteksi kontras saja seperti kamera mirrorless lain.
Bodi Fuji ini bergaya retro klasik, berbahan logam yang kokoh (445 gram, cukup berat), weather sealed dan tahan suhu rendah, punya jendela bidik yang sangat baik, tanpa flash built-in, layarnya bisa dilipat dan pakai satu slot SD card. Shutter di kamera Fuji X-T1 bisa dioperasikan secara mekanik atau elektronik. Di mode mekanik paling tinggi adalah 1/4000 detik, dan bila pakai shutter elektronik bisa mencapai 1/32000 detik, dan sync flash hingga 1/180 detik. Dalam mode kontinu, kita bisa memotret hingga 8 fps dan buffer-nya yang lega membuat kamera ini bisa dipakai mengambil banyak foto kontinu tanpa kedodoran.

Bicara soal jendela bidik, banyak informasi yang ditampilkan di jendela bidik, antara lain nilai eksposur, lightmeter, Dynamic Range, ukuran foto, film simulation, virtual horizon, dan autofocus area. Ukuran viewfinder ini bahkan lebih besar dari jendela bidik kamera DSLR full frame. Tapi tetap saja namanya jendela bidik di mirrorless adalah berjenis elektronik, hanya bisa dipakai saat kamera posisi menyala (on).


Dalam pengujian ini saya memakai beberapa lensa seperti XF 27mm f/2.8 pancake, XF 10-24mm OIS dan XF 55-200mm OIS. Di lensa Fuji XF (kecuali yang 27mm) ada ring untuk mengatur bukaan lensa, dan ada tuas untuk beralih dari bukaan manual atau otomatis. Saya rasakan ring ini terlalu kecil dan mudah terputar sehingga kita harus teliti dan rajin memeriksa apakah bukaan yang diset sama dengan yang kita mau.


Lensa Fuji terkenal cukup mahal tapi kualitasnya tinggi. Saya juga terkesan dengan fitur OIS yang efektif, dan motor fokus yang senyap. Lensa-lensa Fuji juga mampu mempertahankan kontras dan ketajaman di berbagai rentang fokal, dan pada bukaan terbesarnya. Seperti kebanyakan lensa kamera mirrorless lain, pengaturan manual fokus memakai sistem elektronik dan jarak fokusnya dilihat di layar.




Kombinasi kemampuan menembak kontinu dan fokus kontinu dibutuhkan di saat meliput kegiatan aksi dan olahraga. Kamera Fuji X-T1 yang saya coba belum update firmware terbaru sehingga kemampuan fokusnya masih kurang maksimal, tapi sudah cukup lumayan. Dalam pengujian walau kadang ada yang mis, tapi juga rasio suksesnya tergolong banyak.


Kualitas gambar, biasanya jadi passion utama seseorang dalam melihat sebuah kamera. Di Fuji X-T1 ini pada dasarnya tidak ada keluhan dengan kualitas gambar, tonal warna direproduksi dengan menyenangkan, enak dilihat dan skin tone juga bagus. ISO tinggi juga noisenya masih terkendali dengan baik. Ketajaman dan detail juga bagus, khususnya dengan lensa yang berkualitas tinggi.




Kesimpulan
Banyak yang mempertanyakan apakah kamera Fuji X-T1, khususnya dengan sederet fitur dan harga jualnya, bisa menggantikan kamera DSLR. Wajar saja pertanyaan ini dilontarkan, karena DSLR sudah lebih dulu ada dan akan selalu menjadi pembanding saat kita melihat kamera modern seperti X-T1. Ingat kalau DSLR adalah kamera film yang berevolusi, dia memiliki banyak kompromi dan keterbatasan juga. Kamera mirrorless memberi peluang kemudahan dalam memotret, seperti ukuran yang ringkas, full live view, pendeteksi wajah, simulasi eksposur, histogram dll. Tapi kalau dibandingkan dengan fitur tertentu dari DSLR memang mirrorless akan kalah, misal grip/ergonomi, ketahanan baterai, jendela bidik optik dan dukungan lensa.
Fuji X-T1 dalam banyak keadaan sudah melebihi DSLR pada umumnya, dan itu tidak mengejutkan saya. Dulu saya pernah menulis kalau DSLR sudah mentok teknologinya, kalau kita merasa cukup dengan itu ya live with it (seperti saya), kalau mau mencari yang lebih terbuka peluang kemajuannya ya cobalah mirrorless, tidak harus Fuji, bahkan merk lain ada yang lebih canggih (walau jauh lebih mahal). Kombinasi hasil foto yang baik, bodi yang mantap, kendali serius, kinerja tinggi (dengan firmware update) dan dukungan lensa berkualitas, membuat Fuji X-T1 sudah layak menjadi kamera yang bisa diandalkan untuk kerja, hobi dan keluarga.
Plus :
- kualitas sensor, ketajaman, warna, low noise
- jendela bidik terbaik
- JPG matang (Film simulation, DR adjustment)
- ada elektronik shutter, silent juga
- kinerja tinggi, buffer besar
- focus assist, split image dan peaking
Minus :
- grip kurang mantap
- hasil rekaman video kurang baik
- RAW-nya lebih maksimal bila diedit pakai software Fuji
- XT-10 ada flash built-in, jadinya X-T1 terasa kurang tanpa itu
- tidak ada layar sentuh
Terima kasih pada pak Gunawan Setiadi yang berkenan meminjamkan saya kamera Fuji X-T1 dan berbagai lensanya.
Tolong Review Samsung NX 300 bang? Bagaimana menurut abang?
Sudah pernah kok, coba cari atau cek daftar isi
Mas Erwin maaf pertanyaan nya melenceng.
Mas saya mau tanya untuk bikin film pendek sebaiknya menggunakan 24p atau 25p dan apa perbedaan kedua frame rate tersebut,oh iya satu lagi apakah benar dalam menentukan shuter speed untuk rekam video harus 2 kali frame rate.
Terimakasih
24fps itu masih agak patah2, tapi memberi kesan cinema. Kalo 25fps udah smooth /mulus. Betul bahwa shutter speed rekam video baiknya 2x frame rate yg mau kita pilih, misal 25fps pakai 1/50 detik.
Fuji xt10 vs sony a6000 vs lumix gx85 lebih pilih mana? Dan untuk kualitas fotonya bagus mana kalau dibuat lanscape, foto fashion and travel ?
Terima kasih