Refleksi 10 tahun memotret dengan DSLR

Tahun 2007 adalah awal saya pakai DSLR, setelah berkali-kali pakai kamera saku dan tidak pernah puas akan hasilnya. Sempat bimbang antara Nikon D40 atau Pentax (lupa tipenya) akhirnya pilihan saya jatuhkan ke Nikon D40, kamera fenomenal saat itu dengan sensor APS-C CCD 6 MP yang harganya sekira 5 jutaan. Banyak foto yang saya ambil dengan kamera itu dan rata-rata saya puas, apalagi dibanding kamera saku maka jauh sekali kualitas hasil fotonya.

DSC_3986 lesung
Nikon D40, saya suka sekali dengan warnanya

Nikon D40 punya 3 titik AF, tidak ada live view dan jangan harap ada fitur video (apalagi minta 4K..) tapi saya puas saat itu. Berbekal dua lensa yaitu kit 18-55mm dan AF-S 55-200mm VR saya merasa sudah seperti ‘fotografer betulan’ yang bisa berganti lensa di depan orang 🙂 Saat dipadankan dengan lensa AF-S 24-70mm f/2.8 wow saya sangat terkesan dengan clarity, rendering detail, bokeh dan warnanya. Sayang lensa 24-70mm itu hanya pinjaman, dan itu adalah awal saya jadi reviewer gear. Review Nikon D40 jadi artikel paling laris dalam blog gaptek28 ini. Dari situ saya dipercaya mereview berbagai alat khususnya lensa dan flash (terima kasih untuk Tokocamzone dan sewakamera). Setelah dipakai memotret sampai 25 ribu kali, empat tahun berselang saya beralih ke Nikon baru yaitu D5100. Continue reading Refleksi 10 tahun memotret dengan DSLR

Advertisement

Mencoba singkat sensasi memakai Canon EOS 1Dx mk II

Canon EOS 1Dx mk II hadir menjadi kamera DSLR Canon kasta tertinggi yang dirancang untuk fotografer pro, pewarta olah raga atau siapapun yang memerlukan kamera DSLR tercepat yang pernah ada. Menjadi penerus dari Canon 1Dx lama, generasi kedua ini lahir kembali dengan desain hampir sama seperti sebelumnya dengan bentuk besar dan ada vertikal grip terpadu.

Peningkatan yang dilakukan Canon pada 1Dx mk II ini diantaranya sensor dari 18 MP menjadi 20 MP, layar sentuh dengan hybrid AF, fitur 4K video, GPS dan slot baru CFast card. Kinerja kamera juga meningkat dari 12 fps menjadi 14 fps, bahkan bisa jadi 16 fps pada mode live view. Buffer kamera ini juga lega, bisa memotret JPG non stop sampai memori penuh, atau bisa sampai 170 foto RAW.

Mungkin banyak pihak bertanya mengapa harga kamera ini bisa begitu tinggi? Kalau ditinjau dari sensor dan hasil fotonya memang termasuk bagus, tapi bukan yang luar biasa. Misalnya kamera ini ‘cuma’ 20 MP sementara kamera lain punya megapiksel lebih banyak (termasuk Canon 5DS dengan 50 MP). Tentunya alasan utama adalah kamera ini dirancang untuk kinerja tinggi, dan bila megapiksel terlalu banyak membuat kinerja kamera akan melambat.

Profesional akan memerlukan kinerja auto fokus tanpa kompromi. Canon 1Dx mk II punya 61 titik fokus (41 titik diantaranya cross type) dan hebatnya semua titik ini bisa bekerja walau bukaan lensa cukup gelap (hingga f/8). Jadi pengguna lensa f/4 yang memasang 2x tele converter tetap bisa auto fokus dengan kamera ini. Saat memakai mode live view atau video, 1Dx mk II tetap bisa auto fokus dengan cepat berkat Dual Pixel AF (pertama kali ditemui di DSLR Canon full frame). Kinerja Auto fokusnya dibarengi dengan modul metering terbaru dengan 360.000 piksel RGB metering membuat kamera 1Dx mk II lebih presisi dalam mencari fokus, mengikuti gerakan subyek dan menguncinya.

DSC_0259Saya berkesempatan menajajal langsung kamera ini selama 2 hari dan disini saya tuliskan kesan dan hasil mencoba singkat, walau belum menemukan keadaan foto yang cocok untuk menguji dahsyatnya auto fokus dan shoot kontinu dari kamera ini, tapi setidaknya saya bisa uraikan apa saja yang saya temui dari kamera ini. Saya mencoba di dua lokasi, yaitu di studio infofotografi.com dan juga di masjid Bani Umar di acara hunting foto model muslimah bersama id-photographer.com. Continue reading Mencoba singkat sensasi memakai Canon EOS 1Dx mk II

Fitur Scene Mode, Creative Auto dan Live View di DSLR Canon

Hobi motret sudah jadi keseharian kita semua, minimal dengan modal ponsel saja kita sudah bisa ambil foto dan video. Buat anda yang sudah punya DSLR, tentu hobi motret ini bisa ditingkatkan jadi hobi fotografi yang lebih serius, misal dengan belajar dasar fotografi terlebih dahulu. Tapi kamera DSLR bukanlah alat yang selalu harus dipakai dengan serius, seiring tren yang ada, dia semakin mudah dan fun (menyenangkan) untuk dipakai.

Scene Mode

Lho, bukannya DSLR itu kita perlu banyak tahu soal hal-hal teknis seperti eksposur, fokus, WB dan banyak lagi? Iya betul, tapi produsen DSLR juga menyadari, banyak pemula/awam yang beli DSLR dan bakal kasihan kalau harus paham dulu semuanya baru bisa memotret. Untuk itulah disediakan beberapa mode-mode bantuan seperti Scene Mode (khususnya di DSLR pemula) dan akan lebih maksimal bila dipakai dalam mode live-view.

P1090807 potraitBagi para fotografer, Scene Mode mungkin tidak pernah dipakai. Tapi bagi pemula sekali, sambil anda belajar fotografi, tidak ada salahnya memanfaatkan bantuan yang disediakan kamera. Intinya dengan Scene Mode kita tinggal menyesuaikan situasi/skenario apa yang kita akan foto dan mencari mode yang tepat di kamera kita. Continue reading Fitur Scene Mode, Creative Auto dan Live View di DSLR Canon

DSLR dulu, sekarang dan nanti (analisa dan prediksi)

Kamera DSLR saat ini sepertinya masih jadi incaran utama fotografer dan penghobi foto, selain tentu kini mulai ada juga pilihan kamera selain DSLR bahkan termasuk ponsel cerdas yang semakin baik hasil fotonya. Walau begitu saya melihat situasinya agak berbeda antara sekarang dengan dulu masa-masa DSLR menjadi kamera primadona setiap orang.

Coba lihat fakta-fakta kamera DSLR berikut ini :

  • produk baru terus keluar, walau produk lama sebetulnya masih sangat baik spek dan fiturnya
  • semakin sedikit peningkatan yang didapat dari DSLR terbaru, karena desain DSLR memang evolusi dari kamera film konvensional (cermin, prisma, shutter mekanik dsb) update : duo DSLR termurah Canon 1300D dan Nikon D3400 sudah muncul, dengan sedikit sekali peningkatan di banding produk sebelumnya
  • harga DSLR terbaru semakin naik, juga disokong tidak berdayanya rupiah kita terhadap dolar (1$ = Rp. 13.500 saat tulisan ini dibuat)

Saya pikir hal ini membawa dampak kurang baik bagi kedua belah pihak, konsumen dan produsen. Bagi konsumen, harga DSLR pemula terbaru saat ini bahkan bisa mencapai 9 juta (kit) atau 8 juta (bodi saja). Kalau dana tidak mencukupi, konsumen terpaksa melirik produk lama (generasi 2-4 tahun kebelakang) dan umumnya bisa ditebus seharga 6 jutaan.

70D vs 760D
70D bersanding dengan 760D, banyak kemiripan fitur, bahkan beberapa diantara fitur 760D justru lebih modern dari 70D.

Bagi produsen (Canon dan Nikon khususnya), tekanan dari kamera mirrorless dan kamera ponsel juga terus mengganggu market share mereka. Tapi terlepas dari itu, saya mau menunjukkan betapa pusingnya pihak produsen menentukan harga jual produk-produknya di pasaran :

  • Canon 760D sudah ada, harga 8,2 juta bodi saja (bersamaan dengan 750D seharga 7,5 juta). Tentu Canon berharap kedua Rebel baru ini akan laris manis, tapi disaat yang sama 700D dijual 6 jutaan saja. Alih-alih fokus menjual yang baru, produk lama bahkan sampai 600D pun masih banyak dijual di toko. Bahkan 60D pun masih diminati sampai sekarang, dan banyaknya pilihan di kisaran harga yang sama ini bakal membingungkan buat pembeli juga.
  • Nikon D5500 kit juga sudah hadir, harga 9,15 juta, dan terpaut 100 ribu saja dengan D5300 kit. Aneh? Ya logikanya siapa yang mau ambil D5300 kalau begitu (bedanya lumayan banyak, termasuk ada layar sentuh). Tapi baik D5300 dan D5500 menurut saya kemahalan untuk DSLR pemula, dulu saya beli D5100 saja 5-6 jutaan. Saat ini anggap anggaran yang ada adalah sama yaitu 5-6 jutaan, maka kita cuma bisa dapat D5200 saja. Harga 9 juta itu mendekati angka psikologis 10 juta, dan disitu sudah mendekati D7100 (bodi saja) sudah bisa dibeli dengan 12 juta.

Continue reading DSLR dulu, sekarang dan nanti (analisa dan prediksi)

Review singkat Canon EOS 70D, lensa Sigma 17-70mm HSM dan EF-S 10-18mm STM

Canon 70D adalah kamera kelas menengah pengganti 60D dan diposisikan di bawah 7D dan di atas Canon Rebel (700D, 750D dsb). Diluncurkan pertama kali sekitar 2 tahun yang lalu (2013), kamera ini masih populer sampai saat ini dan dijual di kisaran 11 jutaan bodi saja.

Review singkat ini saya buat karena saya baru saja upgrade ke Canon EOS 70D (sebelumnya pakai Nikon D5100) dan alasan memilih kamera baru ini bukan karena 70D punya hasil foto terbaik atau kinerja tertinggi dibanding kamera lain, melainkan karena 70D punya keseimbangan fitur-kinerja-harga yang paling pas bagi saya. Selain itu ya tentunya kamera yang saya inginkan ini harus mudah dipakai dan ukurannya pas untuk tangan (dan kantong) saya.

DSC_2385 cr

Sensor di EOS 70D adalah APS-C CMOS 20 MP yang hasil fotonya sudah tergolong baik, tapi tidak terlalu istimewa (dalam hal skor DxO mark atau dalam hal jumlah piksel). Kinerja shoot kontinu juga sedang-sedang saja (7 fps), ISO sampai 12.800 dan bodinya juga masih berbalut plastik, bukan magnesium alloy. Canon EOS 70D punya banyak peningkatan dibanding 60D seperti titik fokus dari 9 titik jadi 19 titik, ada dual pixel AF, fitur HDR, ada Auto ISO yang seperti Nikon, dan layar lipatnya mendukung sistem layar sentuh. Saya sempat membandingkan 70D dengan 760D (Rebel T6s) karena banyak kesamaan fitur, tapi akhirnya 70D bagaimanapun tetap lebih layak untuk dipilih. Misalnya karena jendela bidik dari prisma yang lebih nyaman, ada fitur HDR, multiple exposure, AF fine tune, konversi RAW ke JPG di kamera hingga fitur videonya yang sudah ditambah opsi kompresi rendah All-I untuk hasil lebih baik, walau ukuran file jadi lebih besar. Sebagai info, fitur movie servo AF dimungkinkan bila lensa yang dipasang adalah berjenis STM, selain itu maka servo AF akan terlihat kurang mulus transisinya.

DSC_2264 sml
Canon 70D tampak belakang dengan berbagai tombol dan roda kendali

Continue reading Review singkat Canon EOS 70D, lensa Sigma 17-70mm HSM dan EF-S 10-18mm STM

Saatnya saya beralih ke sistem baru dengan Canon EOS 70D

Ganti sistem, atau pindah merk itu dalam dunia fotografi bisa jadi adalah hal yang umum, atau justru jadi hal yang bikin heboh. Biasanya bakal jadi heboh kalau yang ganti sistem itu adalah public figure, atau fotografer terkenal. Sampai saat ini sering saya temui orang pindah sistem dari Canon ke Nikon (atau sebaliknya), atau dari pakai DSLR lalu pindah ke mirrorless (Sony, Fuji atau Samsung). Atau bahkan pakai dua sistem, misal pakai DSLR dan mirrorless sekaligus.

Lha kalau saya yang ganti sistem, tentu saja ini bukanlah berita besar, toh saya kan bukan siapa-siapa. Saya cuma seorang pemakai DSLR Nikon pemula sejak 2007 (D40 dan D5100) dengan beberapa lensa-lensa murah meriah (AF-S 50mm, AF-S 70-300mm VR, Tokina 12-24mm dan Tamron 17-50mm) yang dengan sabar berharap suatu hari nanti akan ada kamera DSLR Nikon baru yang memenuhi ekspektasi saya untuk upgrade. Hingga akhirnya saat ini ada D5500 dan juga D7100 yang keduanya sama-sama menarik, tapi di lain pihak saya lihat tren kamera mirrorless semakin meluas dengan kamera yang juga semakin baik. Jadi sebenarnya kamera seperti apa yang saya cari kalau mau upgrade?

DSLR dan mirrorless pada dasarnya sama saja. Bedanya adanya cermin di DSLR membuat bodi kamera jadi gemuk dan agak tinggi untuk tempat prisma.
DSLR dan mirrorless pada dasarnya sama saja. Bedanya adanya cermin di DSLR membuat bodi kamera jadi gemuk dan agak tinggi untuk tempat prisma.

Sebetulnya sejak tahun lalu saya sudah aware kalau masa depan kamera itu adanya di sistem mirrorless. DSLR menurut saya sudah matang secara teknis dan adanya cermin membuat kamera DSLR sudah sulit untuk dikembangkan lagi. Di lain pihak, sistem live view di mirrorless membawa banyak perubahan besar dalam kemudahan memotret (apalagi kemajuan prosesor semakin pesat), semisal deteksi wajah dan mata, membaca warna kulit, mengenali obyek, focus peaking, live bulb (di Olympus) dan live histogram. Belum lagi kita bisa melihat warna WB sebelum foto diambil, lalu simulasi terang gelap di mode manual juga bisa dilihat langsung dengan live view. Apalagi kamera mirrorless modern mulai mengadopsi sistem electronic shutter yang cepat hingga 1/16000 detik yang selain cepat juga senyap. Jadi intinya saya suka fitur live view di kamera mirrorless, tapi tunggu dulu, DSLR kan juga bisa live view, dan DSLR juga punya sejumlah keunggulan dari mirrorless.

Continue reading Saatnya saya beralih ke sistem baru dengan Canon EOS 70D