Panasonic Lumix G9, mirrorless sarat fitur dan kinerja tinggi

Kamera mirrorless semakin naik daun. Bila kita familiar dengan merk mirrorless seperti Sony, Fuji atau Olympus, maka jangan lupakan satu lagi yaitu Panasonic. Bila Sony mungkin lebih populer di kancah kamera full frame, dan Fuji (juga tak lupa ada Canon EOS M) lebih memilih menyasar segmen APS-C maka Olympus dan Panasonic tetap setia dengan sistem Micro 4/3. Ya, sensor yang dianggap kecil ini kadang membuat orang ragu saat memilih sistem Micro 4/3, padahal sensor 4/3 itu kecil-kecil cabe rawit lho.

PANASONIC-G9-200MM-GRIP
Lumix G9 dengan battery grip dan lensa telefoto

Keuntungan sensor 4/3 ada beberapa macam. Pertama desain/bentuk kamera bisa dibuat lebih kecil. Kedua lensanya juga bisa lebih kecil, khususnya lensa tele. Ketiga, dengan 2x crop factor maka lensa tele bisa jadi 2x lebih tele tanpa perlu teleconverter. Kekurangan sensor 4/3 dibanding yang lebih besar, adalah hasil foto di ISO tinggi yang lebih noise. Kalau memang begitu adanya, ya menurut saya hindari saja pakai ISO tinggi. Boleh dengan pakai lensa yang bukaan besar, pakai shutter lambat (tripod atau IS) atau tambah lampu (flash atau lampu studio).

a2dd9dea-295d-428b-8773-73aaa996e64a._CR0,0,1464,600_SX1464__

Di lini kamera Lumix, Panasonic punya beberapa produk seperti seri G yang menjadi seri utama mereka (sejak 2007 dulu ada G1, lalu seterusnya kini ada G7, G85 dan G9 yang kita bahas ini), ada juga seri GH yang lebih oke untuk video (GH4, GH5, GH5s), seri GX untuk street / ala rangefinder (GX7, GX8, GX85, GX9) dan seri GF untuk casual, famili atau pelajar (GF7, GF8, GF9). Bahkan Lumix G7 saat ini pun masih diminati karena fiturnya sudah oke dan harga terjangkau, plus bisa 4K video. Hadirnya G85 di tahun 2015 menambahkan fitur IS di sensor dan bodi weathersealed, lalu G9 kini menjadi kamera flagship untuk fotografi dengan bodi mantap, kinerja tinggi dan fitur paling advanced.

panasonic-lumix-g9-11 Continue reading Panasonic Lumix G9, mirrorless sarat fitur dan kinerja tinggi

Advertisement

Refleksi 10 tahun memotret dengan DSLR

Tahun 2007 adalah awal saya pakai DSLR, setelah berkali-kali pakai kamera saku dan tidak pernah puas akan hasilnya. Sempat bimbang antara Nikon D40 atau Pentax (lupa tipenya) akhirnya pilihan saya jatuhkan ke Nikon D40, kamera fenomenal saat itu dengan sensor APS-C CCD 6 MP yang harganya sekira 5 jutaan. Banyak foto yang saya ambil dengan kamera itu dan rata-rata saya puas, apalagi dibanding kamera saku maka jauh sekali kualitas hasil fotonya.

DSC_3986 lesung
Nikon D40, saya suka sekali dengan warnanya

Nikon D40 punya 3 titik AF, tidak ada live view dan jangan harap ada fitur video (apalagi minta 4K..) tapi saya puas saat itu. Berbekal dua lensa yaitu kit 18-55mm dan AF-S 55-200mm VR saya merasa sudah seperti ‘fotografer betulan’ yang bisa berganti lensa di depan orang 🙂 Saat dipadankan dengan lensa AF-S 24-70mm f/2.8 wow saya sangat terkesan dengan clarity, rendering detail, bokeh dan warnanya. Sayang lensa 24-70mm itu hanya pinjaman, dan itu adalah awal saya jadi reviewer gear. Review Nikon D40 jadi artikel paling laris dalam blog gaptek28 ini. Dari situ saya dipercaya mereview berbagai alat khususnya lensa dan flash (terima kasih untuk Tokocamzone dan sewakamera). Setelah dipakai memotret sampai 25 ribu kali, empat tahun berselang saya beralih ke Nikon baru yaitu D5100. Continue reading Refleksi 10 tahun memotret dengan DSLR

Mengenal tentang Computational Camera

Kamera digital semakin canggih, itu kita semua sudah tahu. Tapi tahukah anda apa faktor yang menyumbang kecanggihan pada kamera masa kini? Ya, komputasi prosesor dan software didalamnya semakin meningkat, seiring kecanggihan manufaktur chip prosesor komputer di dunia. Maka tak heran kalau kamera masa kini bisa memproses data dalam jumlah banyak seperti rekam video 4K, melakukan koreksi foto otomatis, pengenalan wajah dan mata, tracking dan prediksi gerakan dan banyak lagi.

Kamera yang dulu sejatinya hanyalah kotak kosong tertutup (kedap cahaya), yang baru bisa menghasilkan foto bila dipasangi lensa dan film, kini berubah total menjadi peranti rumit dengan tingkat presisi tinggi, sensitivitas cahaya yang sangat baik, punya ketepatan dan kekayaan reproduksi warna hingga mampu menghasilkan foto dan video yang mengesankan. Peran komputer sudah banyak masuk ke kamera masa kini seperti HDR di kamera, sweep panorama, optimalisasi gambar otomatis dsb. Tak heran kalau harganya juga terus naik, sebagai timbal balik dari riset dan biaya pengembangan oleh sang produsen.

003.02

Lalu what’s next? Bila saat ini kamera pun masih punya keterbatasan akibat hukum fisika dan sifat alami optik, maka di masa depan peran komputer di dalam kamera bisa mengatasi semua limitasi yang kita biasa rasakan. Apalagi era AI saat ini mulai dirasakan, chip komputer bukan cuma menjadi pengolah data berkecepatan tinggi tapi juga mulai punya kecerdasan sendiri, mengenali bentuk, skala, perspektif, fokus, warna dan hal-hal lain yang berkaitan dengan elemen visual. Continue reading Mengenal tentang Computational Camera

Koneksi digital modern super cepat : USB type-C (USB 3.1)

videocables1Sejak era video digital HD menjadi populer, antarmuka kabel yang biasa dipakai juga mengalami beberapa penyesuaian. Paling populer kita kenal kabel HDMI, kemudian ada DVI, lalu juga DisplayPort dan terakhir USB tipe C. Kita kupas masing-masing yuk..

HDMI

HDMI (High Definition Multimedia Interface) punya beberapa variasi bentuk seperti Mini dan Micro HDMI. Kelebihan kabel ini adalah mampu menyalurkan sinyal video dan audio, sehingga menjadi port wajib yang mesti ada di TV modern, lalu perangkat lain seperti kamera, proyektor, laptop serta PC/mini PC.

HDMI-1-500x301

HDMI mengadopsi TMDS (Transition-minimized differential signaling) yang memiliki total empat protokol saluran komunikasi; satu saluran untuk setiap warna RGB (merah, hijau dan biru) dan satu saluran untuk sinkronisasi jam. Versi asli ‘1.0’ kompatibel dengan kecepatan transmisi hingga 4,95 Gbps dan hingga 1080 piksel. Berikut ‘versi 1.2’ yang ditujukan untuk PC dan versi ‘1.3’ berikutnya kompatibel sampai dengan Full HD. Versi ‘1.4’ berikutnya membawa kompatibilitas dengan 4K (30 Hz / 24 Hz), dan akhirnya ‘versi 2.0’ tercapai yang membawa serta peningkatan kecepatan dan fungsi transmisi untuk memungkinkan kompatibilitas dengan 4K (60 Hz) dan juga dukungan untuk Rasio aspek 21: 9 ditemukan pada ponsel cerdas. Kabel juga dibagi dengan persyaratan perangkat keras; Kabel ‘standar’ untuk kabel 1080i, ‘kecepatan tinggi’ untuk kabel 1080p, dan ‘premium’ hingga 4K (60Hz). Meski kecepatan data sudah meningkat jauh sejak era HDMI awal, tapi untuk bisa mendukung laju data video 8K di masa depan, kabel HDMI tampaknya bakal kesulitan juga. Continue reading Koneksi digital modern super cepat : USB type-C (USB 3.1)

Teknologi dan fotografi modern

Di jaman yang makin canggih ini saya kerap bertanya-tanya dalam hati, apakah teknologi masa kini mampu membantu untuk meningkatkan kualitas hasil foto kita? Kalau iya seberapa banyak?

Fotografi sejatinya adalah bahasan klasik, dengan penemuan kamera, teori cahaya dan eksposur, hingga kita kenal istilah ASA (kini ISO sensitivity), shutter speed dan aperture. Teorinya cenderung tidak banyak perubahan sampai saat ini, semisal kaitan shutter speed dan motion, atau hubungan antara aperture dan ruang tajam. Soal gelap terang bisa main ISO, atau atur kekuatan lampunya, bila justru terlalu terang tinggal pasang filter ND. Selebihnya tinggal mau fokus secara otomatis atau manual, dan kemudian tinggal jepret aja. Lalu dimana peran teknologi untuk improvement hasil foto kita?

Ya kita tetap harus akui bahwa kamera digital itu sendiri adalah perwujudan dari kemajuan teknologi, misal sensor modern yang kualitasnya sudah baik, auto fokus yang pintar, auto WB yang bisa diandalkan, bahkan adanya touch screen sangat membantu kemudahan kita memotret. Tiap tahun juga kemampuan dari kamera ditingkatkan, semisal kerapatan pixel (megapiksel), kemampuan ISO maksimum, kecepatan dan jumlah prosesor, dan tak lupa kualitas video 4K yang sudah umum belakangan ini. Intinya sih kecepatan komputasi dan software bakal menjadi faktor pembeda antara kamera modern dan kamera jadul.

canon-eos-5ds-custom-quick-menu-2

Saya pikir teknologi saat ini dan akan datang akan berdampak pada dua hal, pertama yang langsung berkaitan dengan hasil foto kita, dan kedua berhubungan dengan kemudahan pemakaian (user experience) yang membuat kita jadi makin senang jeprat-jepret. Continue reading Teknologi dan fotografi modern

Renungan akhir tahun : adakah kamera/lensa one for all?

One for all, atau satu untuk semua, terdengar menarik bukan? Tapi dalam fotografi, nafsu untuk mencari gear yang memenuhi prinsip one for all kadang malah bikin repot. Seringkali penanya di blog ini (atau blog saya yang lain) menanyakan kamera apa yang bisa dipakai untuk ini, itu, demikian juga dengan lensa apa yang bisa untuk itu dan ini.

Tidak salah juga memang. Terlebih disaat ekonomi seperti saat ini, dan harga kamera/lensa terus merangkak naik, maka kita perlu lebih selektif mencari satu produk paling mumpuni. Bahkan dalam memilih kebutuhan lain, misalnya ponsel, komputer hingga kendaraan.

Perlu diluruskan dulu bahwa untuk tiap aspek tersedia produk yang sifatnya umum, generalis. Produk ini akan laku dan diterima pasar, tapi tidak punya kelebihan yang menonjol. Kalau yang anda cari adalah kamera/lensa yang serbaguna, bisa dipakai untuk banyak kebutuhan dasar, maka jawabannya ya banyak sekali. Tidak perlu misalnya tanya kamera apa yang bisa untuk foto makanan, foto produk dan foto satwa? Itu sama saja tanya mobil apa yang bisa dipakai buat bawa orang, bawa belanjaan atau bawa air galon. Semua mobil bisa.mirorless-cameras

Tapi kalau kebutuhan anda lebih spesifik, saran saya adalah fokuslah, jangan mau semuanya. Misal kita mencari kamera yang sensornya full frame, megapikselnya banyak, bodinya weather sealed, auto fokusnya cepat, menembak kontinu cepat, videonya 4K, ada IS di bodi, full fitur (layar sentuh, WiFi, ada colokan mic dan headphone, dual slot memory), plus minta harga terjangkau, ya sampai lebaran kuda juga tidak akan ketemu. Tentukan satu dua hal yang paling utama yang dibutuhkan, dan sisanya adalah kompromi. Continue reading Renungan akhir tahun : adakah kamera/lensa one for all?